Malam seharusnya menjadi selimutmu, menidurkan lelah dalam rehat yang
indah. Namun itu tidak terjadi untukmu, engkau terjaga dan hanya sekejap
terlelap. Semuanya terjadi dalam kurun waktu yang panjang. Matamu sayu
tertumpuk kantuk, namun tiada lemah tanganmu mengurusi lembutnya kulit bayimu.
Sepanjang malam, mengganti popoknya yang basah atau kotor, menaburkan bedak dan
minyak penghangat badannya, memberinya makan dan minum dengan anugerah ASI yang
Alloh berikan. Sungguh sebagian besar
waktu istirahatmu dirampas oleh cinta, cinta pada amanah Alloh yang mengukir
warna indah.
Begitulah istriku yang sudah melahirkan dua jagoan, dan begitu pula
semua ibu menjalani episodenya. Sungguh tanpa pamrih kalian melepaskan tenaga,
waktu bahkan nyawa untuk nafas anak-anakmu.
Maka coretan hikmahnya adalah sudahkah sekarang kita (yang juga seorang
anak) pada ibu-ibu kita; mengulurkan tangan lembut menyentuh kulit mereka,
melantunkan bahasa santun didepan raganya, merelakan waktu, tenaga, harta dan
nyawa untuk tetap melihatnya tersenyum. Kalau
belum, maka kapan? Bukankah jam terus berdetak meraih titik akhir. Kalau mereka
sudah tidak ada, sungguh sesal bukan solusi.
Anak-anakku, bahagiakan bunda…!! Pesan ini simpel, tapi ayah yakin makna
dan realitanya sangat luas. Karena
kebahagiaan bukan sekedar senyum, bukan sekedar sehat bahkan bukan juga sekedar
materi… tapi tutur dan lakumu yang menulis cinta di hati bunda adalah lebih
dari sekedar apapun.
Wajib Selalu ada untu bunda kalian, kalaupun terpisah
secara raga tetap kalian hadirkan bunda dalam do’a. Karena do’a itulah yang mendekatkan kalian dengan bunda dan dengan
Alloh Yang Maha Dekat.
(Ciamis, 1 Februari 2015)
No comments:
Post a Comment