Karena Aku Mencintai-Mu

oleh : ef saefudin kamil

Ba’da Isya, dalam duduk berdo’a, tiba-tiba teringat pada seorang sahabat yang sekitar tahun 2000an dijemput para malaikat untuk menghadap Sang Maha Pemilik roh. Sudah lama aku tidak menyebut namanya dalam do’a.

Duduk termenung mengingat kembali sosoknya, berlarian lah semua memori yang terlewati di pusara benakku. Dia gadis yang baik, bahasanya santun, level keimanannya bagus, mudah bergaul dengan siapapun dan tingkat kesabarannya sangat luar biasa.

Sejak kecil dia habiskan waktu dengan belajar agama, hingga remaja tak lekang semangatnya memperdalam ilmu Al-quran. Ketika teman-teman sesama remajanya memilih untuk menikmati nuansa masa remaja dengan cara yang salah, dia seperti karang yang memegang erat budaya islam, tidak goyah dalam cermin wanita sholehah.

Dia sangat mengerti akan hakikat berbakti, menghambakan diri dengan sangat kecil di depan Sang Maha Besar dan merendahkan raganya di hadapan seorang ayah, lelaki yang dia sebut sebagai hero. Kisah ini dimulai disini, rasa santun menghargai ego seorang ayah telah mengantarkan dia menerima perjodohan dengan seorang pria, semua bukan karena cinta melainkan ada kepentingan bisnis ayahnya dengan keluarga mempelai pria.

Di usianya yang menginjak 17 tahun, telah memaksa dia berada dibawah atap rumah tangga, menjadi pelayan suaminya dengan segala hiruk pikuk batin yang berperang. Waktupun berlalu dengan begitu cepat, seolah para malaikat tidak mau berlama-lama menghapus air matanya.

Dan, beberapa bulan kemudian dia menghembuskan nafas terakhirnya. Dia pergi membawa semua rasa sakitnya, untuk dibasuh dengan senyum dan keindahan di taman surga yang telah Alloh siapkan. Kita semua tidak tahu, dibalik senyum dan patuhnya ada beragam beban jiwa yang memberatkan pundak nuraninya sebagai seorang wanita.

Selamat jalan teman, kisahmu bukan hanya sekedar tentang hakikat berbakti, tapi jauh lebih dari itu engkau telah mengajarkan tentang cinta. Cinta yang membuat engkau menerima hantaman dera, bukan untuk siapa-siapa, bukan untuk ayahmu, bukan untuk suamimu tapi untuk Tuhanmu yang selalu engkau panggil dalam detak jantungmu…”Alloh, Alloh, Alloh……” tanpa henti hingga nafas terhenti…

(Ciamis, 15 Desember 2014)

1 comment: